Rumah dengan furnitur tidak selalu butuh model terkini melainkan hubungan personal dengan sang pemilik.
Ellyse Soedjasa pendiri Kisah for X Living, mengusap sofa yang baru selesai jadi. Kainnya yang halus membuat sofa nyaman untuk diduduki, “Sofa seperti ini selalu mengingatkan kita akan kehangatan dan kenyamanan di rumah,” ujarnya sambil berseri-seri. Baginya, sebuah kain memiliki proses yang panjang hingga akhirnya bisa menutupi sebuah sofa. Proses ini, memberikan sentuhan akhir yang berbeda bagi setiap hasil akhir kain. Itulah sebabnya Ellyse yakin bahwa setiap kain memiliki cerita yang mengikat pemiliknya.
Ia mencontohkan bagaimana selembar kain beludru berwarna millenial pink yang melapisi sofa bergaya modern, bisa membuat pemiliknya merasa stylish dan kekinian. Sementara dining chair bergaya industrial dengan warna teal akan membuat sang pemilik merasa percaya diri saat sedang melakukan kumpul keluarga di rumah. Furnitur kini memiliki banyak fungsi, mulai dari tempat foto instagrammable hingga pamer.
Kebutuhan inilah yang kemudian menggelitik Ellyse untuk menciptakan furnitur yang stylish namun tetap terjangkau. Apalagi masih sedikit brand lokal yang mengeluarkan tipe furnitur kebutuhan generasi milenial. Sekalinya ada, kualitasnya justru jauh dari ideal dan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Pemikiran ini lah yang melahirkan furnitur Kisah for X Living. “Karena setiap furnitur memiliki cerita,” ujarnya sambil berseri-seri. Dengan pengalaman 15 tahun, ia yakin bisa menemukan formula yang tepat dalam meracik sebuah furnitur yang bisa dinikmati para jiwa muda. Untuk itu, ia membutuhkan desain yang tepat dari para desainer interior sehingga bisa merangkai sebuah cerita dalam model furnitur.
Rangkaian perjalanan cerita tentu akan mandek kalau sang desainer tak bisa membuka mata terhadap desain terbaru untuk menjadikan furnitur sebagai wadah berkarya. Untuk itu, ia sering mengajak para desainer ikut berbagai pameran di dalam dan luar negeri. Pameran, tentu bisa membuka wawasan dan cakrawala desainer. Mereka juga bisa lebih baik dalam memainkan furnitur untuk merangkai cerita dan kenyaman di dalam ruangan. Inspirasi pun lebih mudah datang, dibandingkan duduk di kantor dan hanya men-scroll layar komputer.
Pameran juga menjadi momentum bagi para desainer untuk mengingat kembali passion dan alasan untuk mendesain furnitur. Pameran yang kaya akan berbagai cerita, tentu bisa memberikan semangat baru. Bagi mereka, perasaan ini tentu akan menciptakan harmoni dalam membangun furnitur di sebuah ruang.
“Misalnya di ruang tidur, nuansa apa yang ingin mereka bangkitkan. Ini penting, agar ruangan memiliki certa-cerita yang bisa membangkitkan memori atau hubungan personal antara konsumen dengan furnitur,” jelasnya. Desain dengan cerita personal, mampu menjalin hubungan lebih baik dengan para konsumen dibandingkan furnitur bergaya standar. Penjualan pun akan meningkat dan produk laris manis.
Furnitur yang tidak terhubung dengan konsumen tentu tidak akan laku. Meski begitu gejolak ekonomi dalam dua tahun terakhir, meluluhlantahkan daya beli masyarakat. Keinginan untuk memiliki furnitur baru, harus mengalah demi kebutuhan primer yang lain. Dalam kondisi begini, ia mengaku hanya bisa pasrah dan menerima perubahan. Momen ini digunakan untuk membuat perusahaan menjadi berkaca dan menumbuhkan dukungan satu sama lain.
“Dalam perusahan dibutuhkan dukungan yang solid dari tim dan setiap individu, dengan begitu semua permasalahan bisa dihadapi bersama. Kita pun bisa introspeksi, karena membangun cerita dengan konsumen butuh kerjasama dari semua pihak,” tegas Ellyse.
Saat melihat ekonomi yang mulai bangkit dan daya beli masyarakat mulai naik, Ellyse paham bahwa momen ini tak bisa dilewatkan. Dengan kemampuannya merangkai cerita dalam sebuah furnitur, ia pun melihat bahwa cerita masa kini, memiliki perbedaan. Meskipun sisi personalitas masih diminati, namun jiwa-jiwa muda masa kini menginginkan suatu etintas yang lebih kuat. Sebuah cerita harus digali lebih dalam dan disajikan dalam bentuk yang lebih menarik.
Tujuannya agar personalitas bisa tersampaikan sekaligus dipamerkan. Siapa sih yang tak ingin tampil menonjol di sosial media dan mendapatkan like banyak? Kebutuhan ini membuat Ellyse terpikiran untuk membuat furnitur unik dengan segudang cerita. Apalagi di jaman ini, kebanyakan furnitur memiliki gaya feminin dan Scandinavian, tentu sangat biasa untuk para jiwa muda.
Mereka membutuhkan furnitur dengan gaya gloomy, bold, dan youthful dengan warna-warna hangat yang mudah dimainkan dalam ruangan. Dinding dengan warna bold seperti ungu dan biru tua mulai digilai banyak orang. Oleh karena itu, furnitur dengan warna abu-abu, hitam, milenal pink tentu akan dibutuhkan. Stylish tak lagi diukur dari segi berpakaian, tetapi seni menata ruangan yang mencerminkan gaya hidup kekinian.
Ia pun yakin bahwa Kisah for X Living akan diterima oleh masyarakat, karena kebutuhan akan konsep furnitur yang tak biasa. “Memang ada beberapa tempat hangout yang menawarkan konsep tak biasa, namun rumah dengan furnitur unik? Tanpa Kisah for X Living tentu akan sulit,” tutupnya sambil tersenyum.
A Tale of the Furniture
Furniture is not always about the latest design but how it connects with us.
Ellyse Soedjasa, Founder of Kisah for (X)Living wipes the sofa fabrics diligently. She seems so proud with it. “High quality fabrics provide warmth and comfort at home,” she explained. Fabric goes through a long process before it ends up as sofa cover, and each fabric undergoes a different process. It makes her believe that every fabric has a story that knots tightly with the owner.
Whilst a millennial pink fabric for a modern sofa would make the owner feel stylish and trendy, an industrial dining chair with teal colour would make them feel confident. Furniture has many functions especially for youthful people who live with social media. Instagrammable furniture will always win their heart.
This made Ellyse think how to make stylish yet affordable furniture. In Indonesia, there’s no local brand furniture that fulfils millennial youths’ needs. Even if there was such a brand, the quality is far from perfect and not as good as one expects.
Kisah for X living was born from this thought. “Because every furniture has a story.” With 15 years of experience, she believes she could find the perfect formula to make furniture that is enjoyable for young people. She is always looking for a prefect design that begins from emotions to becoming a story.
The design and the designer needs connection in order to become connected with the furniture. So if a designer is stuck with a design and can’t see the furniture as their platform it could be a big problem. Exhibitions then become her answer to create ideas from scratch to showcase the furniture. Exhibitions overseas as well as domestic ones become solutions to open up their imagination. It is much better than sitting in the office and surfing the internet.
It also becomes a momentum for the designer to remind them of their passion in designing furniture. Exhibitions always bring about new ideas and design, sharing stories and experiences that gives new spirit for the interior designer. The feeling of this spirit would help them to create harmony within the interior space.
“The designer needs to be connected with the customer’s history or past experiences to build the perfect furniture, so there’s harmony and intimacy in space and the consumer will then feel comfort,” she explained. Personal stories build a connection much better than just a conventional furniture. As far as profits go, furniture based on personal touch is also very important for the health of the business.
Unfortunately in the past two years, the furniture industry has been slowing down. The consumer has not thought about buying or replacing their furniture with new ones. So Ellyese decided to use the moment to grow connection between herself, her employees, as well as partners inside the company. “In this business we need support from all to face the problems together. Introspect ourselves to build a better story.”
When the economy rebounds and people start to purchase more, Ellyse sees it as an opportunity. She also realizes that millennial stories are different from the previous generation’s. They want stronger entity in furniture. Stories need to get deeper and more attractive.
Furniture needs to be clear and exhibited. Everyone wants to be popular in social media and getting more “Likes” in their posts. Ellyse sees this need as an idea to make unique furniture that is connected with the millennial people. Furniture trend is dominated by feminists and Scandinavians, so it’s usually very plain for the millennial and youthful generation.
This generation needs furniture that is gloomy, bold, youthful, and warm, so that it could be matched with any room style. Bold colours like purple and blue are likely used as wall colour. So furniture with grey, black, and millennial pink will be needed as the matching colour. The measure of stylishness is not only for the apparels, but also how they are arranged in the room “There are few hangout places offering unusual concept but a house with unique furniture? With Kisah for (X)Living, it will be different,” she explained.